Minggu, 29 Maret 2015

Ekspresi Gen Moesin Dalam Sum-suk Kelinci



Pengaruh Deksametason pada Gen Moesin  Ekspresi dalam Sel-sel Stroma Sumsum Tulang Kelinci



BAB 1
Pendahuluan
Kortikosteroid  pada saat ini dianggap sebagai obat yang sangat penting dalam dunia pengobatan, sehingga sering digunakan dalam mengobati berbagai macam penyakit.  Obat dari golongan kortikosteroid umumnya digunakan untuk mengurangi mengatasi radang, apapun penyebab radangnya dan di manapun lokasinya. Beberapa penyakit peradangan yang kerap diobati dengan kortikosteroid adalah asma, radang rematik, radang usus, radang ginjal, radang mata, dll. Selain itu, obat ini juga digunakan pada penyakit gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti berbagai jenis alergi, dan lupus. Dengan sifatnya yang menurunkan sistem kekebalan, kortikosteroid juga dapat digunakan untuk pasien yang baru menjalani transplantasi organ untuk mencegah reaksi penolakan tubuh terhadap organ yang dicangkokkan.   Obat ini bahkan digunakan juga pada pasien kanker, yaitu untuk mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi, juga pada terapi kanker itu sendiri sebagai terapi pendukung kemoterapi. Kortikosteroid juga digunakan untuk ibu hamil yang memiliki resiko melahirkan prematur, yaitu untuk mematangkan paru-paru janin, sehingga jika harus lahir prematur paru-paru bayi sudah cukup kuat dan bekerja dengan baik.
Salah satu kortikosteroid yang banyak dikonsumsi yaitu dari jenis deksametason. Deksametason memiliki efek anti inflamasi dan anti alergi. Penggunaan deksametason di masyarakat sering kali kita jumpai, antara lain: pada terapi  arthritis rheumatoid, systemic lupus  erithematosus, rhinitis alergika, asma,  leukemia, lymphoma, anemia hemolitik atau auto immune, selain itu deksametason dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis sindroma cushing. Efek samping pemberian deksametason antara lain terjadinya insomnia, osteoporosis, retensi cairan tubuh, glaukoma dan lain-lain ( Suherman, 2007). Banyaknya penggunaan deksametason dalam berbagai macam kasus, sehingga deksametason merupakan satu-satunya pilihan obat terbaik, sehingga mau tidak mau harus digunakan.  Namun, penggunaan deksametason memiliki efek samping yang cukup luas, antara lain : meningkatkan resiko diabetes,  menghambat pertumbuhan anak-anak, menyebabkan gemuk pada bagian tubuh tertentu (wajah, bahu, perut), menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi, meningkatkan resiko hipertensi karena menahan garam di dalam tubuh, menyebabkan gangguan lambung (perdarahan lambung) dan penggunaan deksametason dalam jangka panjang dapat mengakibatkan osteoporosis atau pengeroposan pada tulang.


BAB II
PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh deksametason terhadap  sumsum tulang sel stroma diferensiasi dipelajari dengan skrining aksi deksametason dan ekspresi gen pada kelinci.  Sebuah penelitian pada perubahan matriks protein ekstraseluler menggunakan pengobatan deksametason. Pada sebagian besar penelitian yang dilakukan dengan memodifikasi perlakuan pemberian deksametason. Untuk mengidentifikasi suatu gen responsive terhadap deksametason, dipelajari sebuah tampilan pola ekspresi gen diferensial pada sel stroma sumsum tulang pada kelinci yang dikultur dengan pemberian deksametason dan tanpa pemberian deksametason.
Bahan dan metode
Sel dan kondisi kultur sel stroma sumsum tulang pada femur tiga ekor kelinci putih betina New Zealand.  Sel-sel berlapis 75 cm2 dalam botol  pada kepadatan 3x105 sel/cm2 dan dikultur dalam  α MEM ditambah dengan 10% v/v (FCS) serum fetal calf dan diberi perlakuan dengan pemberian deksametason 10 Nm (Dex) dan tanpa pemberian deksametason selama kurun waktu 28 hari. Pada akhir pengkulturan, aktivitas alkaline phosphate dan kapasitas in vitro.
Ekstraksi mRNA
Total ektraksi RNA dilakukan pada 1 ml semua ekstrak  untuk 7x106 cells (Eurobio, Les Ulis, France). Total RNA diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada 260 nm. Total RNA diberi perlakuan dengan DNase I (Clontech, Palo Alto, USA).  Dua microgram dari  masing-masing RNA sampel digunakan untuk melangsungkan trnskripsi balik dalam kondisi standar dengan Superscript II transcriptase balik (Gibco BRL, Grand Island, USA) dalam 20 µl volume akhir. Reaksi dilakukan pada 420C selama 1 jam dan 700C selama 10 menit dan berhenti pada 40C. produk dari reaksi RT diencerkan dalam 1/40 (cairan A) dan 1/10 (cairan B) dalam air.
            Tampilan diferensial
Differential reaksi display PCR dilakukan dengan menggunakan DeltaTM Diferensial Tampilan kit dari Clontech (Palo Alto, USA). Lima mikroliter cDNA cairan A dan B digunakan dalam reaksi PCR selanjutnya dilakukan pada 20 µl campuran reaksi yang mengandung 50 µM setiap dNTPs, 1 µM primer hulu (T) dan primer hilir (P) dan 1 µU Taq polymerase (Roche, Prancis) mengikuti rekomendasi aturan dunia. Amplificasi dilakukan pada 940C selama 5 menit, 40 0C selama 5 menit dan 68 0C selama 5 menit untuk satu siklus, 94 0C selama 20 detik, 60 0C selama 30 detik dan 68 0C selama 2 menit selama 30 siklus dan siklus akhirnya 68 0C selama 7 menit. Produk dari amplifikasi divisualisasikan pada gel akrilamida (urea 8 M dan TBE 6%) setelah pewarnaan perak nitrat. fragmen ditentukan untuk diungkapkan secara berbeda dielusi dan cDNA adalah diperkuat menggunakan primer yang sama T dan P dan PCR yang sama kondisi dimana mereka dihasilkan. Produk amplifikasi diklon menggunakan keuntungan PCR Cloning kit dari Clontech (Palo Alto, USA) dan sequencing menggunakan Big DyeTM Terminator v 3.3 siklus kit sequencing siap untuk direaksikan (Applied Biosystems, Les Ulis, Prancis) dalam PRISM ABI 310 sequencer DNA otomatis (Applied Biosystems, Les Ulis, Prancis). Urutan DNA dibandingkan dengan Database Gene Bank menggunakan ledakan algoritma.
mRNA kuantifikasi oleh kuantitas PCR secara real-time
Kuantitatif PCR dilakukan dengan menggunakan sebuah sistem Cahaya Cycler (Roche Diagnostics, Meylan, Prancis) sesuai dengan instruksi pabrik. Reaksi dilakukan pada 10 Volume µl dengan 1 µl cDNA, 0,5 µM primer, 4 mM MgCl2
dan 1
µl Cahaya Cycler-Fast Start DNA Master SYBR Green I campuran (Roche Diagnostics, Meylan, Prancis). Tipikal protokol terdiri dari langkah mulai panas (8 mn pada 950C)  diikuti oleh 40 siklus termasuk 10 detik denaturasi langkah (95 0C), 10 detik annealing langkah (58 ◦C) dan perpanjangan  langkah pada 72 0C bervariasi dari 15 detik sampai 40 detik. untuk mengkonfirmasi amplifikasi spesifisitas, produk PCR menjadi sasaran analisis kurva leleh. Data kuantifikasi diwakili rata-rata dari tiga percobaan independen. Primer untuk moesin dipilih dalam urutan yang diperoleh sebelumnya. Urutan primer hulu dan hilir primer masing-masing:
5-CGATAATCAGAACCCCGTCC-3?? dan 5GGGGAGAAGGCAAATAGGAA-3’. Gen 36B4 digunakan sebagai gen referensi. Urutan primer hulu dan primer hilir masing-masing: 5CGACCTGGAAGTCCAACTAC-3 dan 5 -AGCAACATG TCCCTGATCTC-
Hasil
Analisis tampilan diferensial
Analisis tampilan diferensial dilakukan pada RNA sampel yang diisolasi dari sel-sel stroma pada sumsum tulang kelinci dikultur dalam FCS baik dengan pemberian deksametason maupun yang tidak diberi deksametason selama 28 hari. Tiga belas perbedaan kombinasi primer yang digunakan untuk memperkuat pemberian DNase Total RNA. Lima dari mereka diperbolehkan untuk mendapatkan pita diferensial.
            Tampilan diferensial menggunakan P1 downstream primer dan T1 upstream primer diidentifikasisebuah cDNA fragment mengelilingi 300bp  yang turun setelah pemberian deksametason (Pada gambar 1). 
            Analisis tampilan diferensial untuk ekstraksi mRNA dari sel stroma sumsum tulang kelinciyang dikultur dalam FCS dengan penambahan (+) deksametason ataupun tanpa penambahan deksametason (-)  selama 28 hari. Amplifikasi dilakukan pada 5 µl cDNA dari larutan  A . dan pengenceran B menggunakan P1 primer dan T1 Primer. Produk diferensial amplifikasi diamati sekitar 300bp untuk sampel 1 dan 2 hanya tanpa deksametason.
            Sequencing (urutan)  dari fragment ditentukan berurutan sebuah sequence dari 285 bp dan mengungkapkan bahwa cDNA tidak teridentifikasi pada kelinci. Namun, sequence menunjukkan 86% dari identitas moesin mRNA  manusia (Gambar. 2) . Protein Moesin terlibat dalam organisasi sitiskeletal.
Sequence menunjkkan 86% homologi dengan sequence mRNA moesin manusia. Upstream dan downstream primer ditunjukkan dengan gambar yang dicetak tebal dan digaris bawah.
            Ekspresi moesin mRNA  pada sel stroma sumsum tulang kelinci
Ekspresi dari mRNA moesin dianalisis dengan real-time RT-PCR menggunakan RNA total diekstraksi dari sel-sel stroma sumsum tulang dari tiga ekor kelinci yang dikultur, hasilnya dinyatakan sebagai relative ekspresi mRNA  moesin, dinormalisasgi ke dalam endogen reference (36B4) dan relative terhadap deksametason tanpa treatment. Sampel yang dipilih untuk mewakili 100% dari ekspresi gen ini.
            Penelitian dilakukan dengan analisis display diferensial seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Ekspresi moesin mRNA  menurun pada ketiga sampel setelah diberi perlakuan pemberian deksametason. Dalam kondisi ini, deksametason diperlakukan sampel 1 dan sampel 2 menunjukkkan penurunan tingkat ekspresi mRNA  moesin masing-masing 75% dan 85%.
 Namun, variasi ekspresi mRNA  moesin pada sampel 3 masih lemah yaitu 73% ekspresi yang tersisa setelah diberi perlakuan dengan pemberian deksametason. Namun demikian, ukuran kecil panel sampel yang diteliti (dari 3 kelinci yang berbeda) tidak memungkinkan untuk dianalisis secara statistik karena perbedaan moesin ekspresi dianggap signifikan pada masing-masing kelinci percobaan. Hasil percobaab dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
Ekspresi mRNA moesin dianalisis dengan Real-Time RT-PCR kuantitatif menggnakan RNA total diekstraksi dari sel stroma sumsum tulan dari ketiga ekor kelinci percobaan, (L1, L2, dan L3) yang dikultur pada FCS dengan pemberian deksametason (+) atau tanpa pemberian deksametason (-). Tingkat mRNA  moesin dinormalisasi dengan gen 36B4. Ekspresi moesin menurun secara signifikan dalam dua sampel setelah pemberian deksametason.


BAB III
SIMPULAN
Pengaruh pemberian deksametason pada diferensiasi osteoblastik sesuai dengan literature, bahkan hasil percobaan pemberian deksametason dalam stimulasi osteoprogenitor sel proliferasi,  memproduksi lebih banyak sel-sel yang mampu menghasilkan nodul tulang. Diferensiasi osteoblast diperoleh untuk sel-sel stroma sumsum tulang kelinci yang dikultur pada FSC dan diberi perlakuan dengan pemberian deksametason selama 28 hari. Pemberian pengobatan deksametason dapat memodulasi gen moesin. Efek dari pemberian deksametason ini dapat menjelaskan beberapa tindakan terhadap proliferasi dan diferensiasi sel-sel osteoblastik.


DAFTAR PUSTAKA
Cornet, F. Broux, O, Anselme, K., Hardouin, P dan Jeanfis, J. 2004. Effect of Dexamethasone on Moesin Gene Expression in Rabbit Bone Marrow Stromal Cells. Vol 265 Hal 79-83.

Yudaniayanti, I, Timora F, dan Rosilawati E. 2012. Kombinasi Ampicillin, Dextran-40, dan Deksametason dalam Mencegah Adhesi Intra-Abdominal Pasca Operasi Histerotomi Kucing (Fellis Catus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar